Kisah Ini Begitu Indah Kawan !
Dalam sebuah kisah, pada zaman Nabi Muhammad SAW, terdapat seorang pemuda
bernama Uwais Al-Qami. Ia tinggal di negeri Yaman. Uwais adalah seorang yang
terkenal fakir, hidupnya sangat miskin. Uwais Al-Qami adalah anak yatim.Bapaknya
sudah lama meninggal dunia. Ia hidup bersama ibunya yang telah tua lagi
lumpuh.Bahkan, mata ibunya telah buta. Kecuali ibunya, Uwais tidak lagi
mempunyai keluarga sama sekali.
Dalam kehidupanya sehari-hari, Uwais Al-Qami bekerja
mencari nafkah dengan menggembalakan domba-domba orang lain pada siang hari.Upah yang diterimanya
cukup untuk menafkahi dirinya dan ibunya. Bila ada kelebihan, terkadang ia
pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan
seperti dia dan ibunya. Demikianlah pekerjaan Uwais Al-Qami setiap hari.
Uwais Al-Qami terkkenal sebagai seorang anak yang
taat kepada ibunya dan juga taat beribadah. Uwais Al-Qami sering kali melakukan
puasa. Bila malam tiba, dia selalu berdoa, memohon petunjuk kepada Allah SWT.
Alangkah sedihnya hati Uwais Al-Qami setiap melihat tetangganya yang baru
datang dari Madinah. Mereka telah bertemu dengan Nabi Muhammad SAW, sedang ia
sendiri belum pernah berjumpa dengan beliau. Berita tentang Perang Uhud yang
menyebabkan Nabi mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh
musuh-musuhnya, juga didengar oleh Uwais Al-Qami. Segera Uwais Al-Qami mengetok
giginya hingga patah. Hal ini dilakukanya sebagai ungkapan rasa cintanya kepada
Nabi Muhammad SAW, sekalipun ia belum pernah bertemu dengan beliau. Hari demi
hari berlalu, dan kerinduan Uwais Al-Qami untuk menemui rasulullah semakin
dalam. Hatinya selalu bertanya-tanya, kapankah ia dapat bertemu Nabi Muhammad
SAW dan memandang wajah beliau dari dekat?. Ia rindu mendengar suara Nabi SAW
,kerinduan karena iman.
Tapi bukankah ia mempunyuai seorang ibu yang telah
tua renta dan buta, lagi pula lumpuh? Bagaimana munggikn ia tega
meninggalkankanya dalam keadaan yang demikian? Hatinya selalu gelisah. Siang
dan malam pikiranya diliputi perasaan rindu memandang wajah nabi Muhammad SAW.
Akhirnya kerinduanya kepada Nabi Muhammad SAW yang
selama ini dipendamnya tidak dapat ditahan lagi. Pada suatu hari ia datang
mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar
ia diperkenankan pergi menemui Rasulullah SAW di Madinah. Ibu Uwais Al-Qami
walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Ia
memaklumi perasaan Uwais Al-Qami seraya berkata, “Pergilah wahai Uwais, anakku! Temuilah Nabi SAW di rumahnya. Dan
apabila telah berjumpa dengan Nabi SAW, segeralah engakau kembali pulang”.
Betapa gembira hati Uwais Al-Qami mendengar ucapan
ibunya itu. Segera ia berkemas untuk berangkat. Namun ,ia tak lupa menyiapkan
keperluan ibunya yang akan ditinggalkanya, serta berpesan kepada tetagganya
agar dapat menemani ibunya selama ia pergi. Sesudah berpamitan sembari mencium
ibunya, berangkatlah Uwais Al-Qami menuju ke Madinah.
Setelah menempuh perjalanan jauh, akhirnya Uwais
Al-Qami sampai juga di kota Madinah. Segera ia mencari rumah Nabi Muhammad SAW.
Setelah ia menemukan rumah Nabi,diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan
salam, keluarlah sesorang seraya membalas salamnya. Segera saja Uwais Al-Qami
menanyakan Nabi Muhammad SAW yang ingin dijumpainya. Namun ternyata Nabi SAW
tidak berada di rumahnya,beliau sedang berada di medan pertempuran. Uwais
Al-Qami hanya dapat bertemu dengan Siti Aisyah RA, istri Nabi saw. Betapa
kecewanya hati Uwais. Dari jauh ia datang untuk berjumpa langsung dengan nabi SAW,
tetapi Nabi SAW tidak dapat dijumpainya.
Dalam hati Uwais Al-Qami bergolak perasaan ingin
menunggu kedatangan Nabi SAW dari medan perang. Tapi kapankah Nabi SAW pulang?
Sedangkan masih terngiang di telinganya pesan ibunya yang sudah tua dan
sakit-sakitan itu,agar ia cepat pulang ke Yaman,”Engkau harus lekas pulang!”.
Akhirnya, karena ketaatanya kepada ibunya, pesan sang
ibu mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan
Nabi SAW. Karena hal itu tidak mungkin, Uwais Al-Qami dengan terpaksa
pamit kepada Siti Aisyah RA untuk segera
pulang kembali ke Yaman, dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi SAW. Setelah
itu , Uwais Al-Qami segera berangkat mengayunkan langkahnya dengan perasaan
teramat sedih.
Peperangan telah usai dan Nabi saw pulang menuju
Madinah. Sesampainya di rumah. Nabi Saw menanyakan kepada Siti Aisyah RA
tentang orang yang mencarinya. Nabi mengatakan bahwa Uwais Al-Qami, anak yang
taat kepada ibunya, adalah penghuni langit. Mendengar perkataan Nabi SAW, Siti
Aisyah RA dan para sahabat tertegun. Menurut keterangan Siti Aisyah RA, memang
benar ada yang mencari Nabi SAW dan segera pulang kembali ke Yaman, karena
ibunya sudah tua dan sakit-sakitan
sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terllu lama. Nabi Muhammad
SAW melanjutkan keterangannya tentang
Uwais Al-Qami, penghuni langit itu kepada para sahabatnya, ‘Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia, perhatikanlah ia mempunyai
tanda putih di tengah telapak tanganya”.
Sesudah itu Nabi SAW memandang kepada Ali RA dan
Umar RA seraya berkata, “suatu ketika
apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah
penghuni langit, bukan orang bumi”.
Waktu terus berganti, dan Nabi SAW kemudian wafat.
Kekhalifahan Abu Bakar pun telah digantikan pula oleh Umar bin Khatab. Suatu
ketika , Khalifah Umar teringat akan sabda Nabi SAW tentang Uwais Al-Qami, sang
penghuni langit. Beliau segera mengingtkan kembali sabda Nabi SAW itu kepada
Ali bin Abi Thalib RA. Sejak saat itu, setiap ada kafilah yang datang dari
Yaman, Kalifah Umar RA dan Ali RA selalu menanyakan tentang Uwais Al-Qami, si
fakir yang tak punya apa-apa itu, yang kerjanya hanya menggembalakan domba dan
unta setiap hari>.
Mengapa kalifah Umar RA dan sahabat Nabi, Ali RA, selalu
menanyakan dia? Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti,
membawa barang dagangan mereka. Suatu ketika, Uwais Al-Qami turut bersama mereka.
Rombongan kafilah itu pun tiba di kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah
yang baru datang dari Yaman, segera khalifah Umar RA dan Ali RA mendatangi
mereka dan menanyakan apakah Uwais Al-Qami turut bersama mereka. Rombongan
kafilah itu mengatakan bahwa Uwais
Al-Qami ada bersama mereka, dia sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan
kota. Mendengar jawaban itu, Khalifah Umar RA dan Ali RA segera pergi menjumpai
Uwais Al-Qami.
Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah
Umar Ra dan Ali RA memberi salam. Tapi rupanya Uwais sedang shalat. Setelah
mengakhiri shalatnya degan salam. Uwais menjawab salam khalifah Umar RA dan Ali RA dengan segera mendekati
kedua sahabta Nabi SAW ini, serta mengulurkan tanganya untuk bersalaman.
Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar RA dengan segera membalikan tangan Uwais,
untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang berada di telapak tangan Uwais,
seperti yang pernah dikatakan oleh Nabi SAW. Memang benar! Tampaklah tanda
putih di telapak tangan Uwais Al-Qami.
Wajah Uwais Al-Qami tampak bercahaya. Benarlah
seperti sabda Nabi SAW bahwa dia adalah penghuni langit. Khalifah Umar RA dan
Ali RA menayakan namanya, dan di jawab, “Abdullah”.
Mendengar jawaban Uwais, mereka
tertawa dan mengatakan, “kami juga
Abdullah (Hamba Allah SWT). Tapi siapakah namamu sebenarnya?”. Uwais
kemudian berkata, “Nama saya Uwais
Al-Qami.”Dalam pembicaraan mereka diketahuilah bahwa ibu Uwais Al-Qami
telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan
kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar RA dan Ali RA memohon agar
Uwais membacakan doa dan istighfar untuk
mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah, “ Sayalah yang harus meminta doa kepada kalian.”
Mendengar perkataan
Uwais, khalifah berkata , “ Kami datang
ke sini untuk mohon doa dan istighfar dari Anda.” Karena desakan kedua
sahabat ini , Uwais Al-Qami akhirnya mengangkat tangan, berdoa dan membaca
istighfar. Setelah itu Khalifah Umar RA berjanji untuk menyumbangkan uang
negara dari Baitul Mal kepada Uwais untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais
menampik dengan berkata, “Hamba mohon
supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya,
biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi.”
Beberapa tahun
kemudian, Uwais Al-Qami berpulang ke Rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan,
tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikanya. Dan ketika
dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sanapun sudah ada orang-orang
menunggu untuk mengkafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali
kuburanya, di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburanya
hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju perkuburan, luar biasa banyaknya
orang yang berebutan untuk mengusungnya.
Meninggalnya Uwais
Al-Qami telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang
amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak kenal berdatangan untuk
mengurus jenazah dan pemakamanya, padahal Uwais Al-Qami adalah seorang fakir
yang tidak dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak
diturunkan ke dalam kubur, di situ
selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakanya terlebih dahulu.
Penduduk kota Yaman
tercengang. Mereka saling bertanya-tanya, “Siapakah
sebenarnya engkau wahai Uwais Al-Qami ? bukankah Uwais yang kita kenal,
hanyalah seorang fakir, yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya sehari-hari
hanyalah sebagai pengembalan domba dan unta? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau
menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tak
pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya
mereka adalah para malaikat yang diturunkan ke bumi, hanya untuk mengurus
jenazah dan pemakamanmu.”
Berita meninggalnya Uwais Al-Qami dan
keanehan-keanehan yang terjadi ketika wafatnya telah tersebar kemana-mana. Baru
saat itulah penduduk Yaman mengetahui, siapa sebenarnya Uwais Al-Qami. Selama
ini tidak ada yang mengetahui siapa sebenarnya Uwais Al-Qami disebabkan
permintaan Uwais Al-Qami sendiri kepada khalifah Umar RA dan Ali RA, agar
merahasiakan tentang dirinya. Barulah di hari wafatnya mereka mendengar
sebagaimana yang telah disabdakan Nabi SAW, bahwa Uwais Al-Qami adalah penghuni
langit.
Seorang yang bersedia
berbakti kepada kedua orang tuanya akan menjadikan setiap doanya mudah diterima
oleh Allah SWt, bahkan sikap itu akan mengeluarkan seseorang dari masalah atau
ujian yang dihadapinya dengan mudah. Lantas bagaimanakah dengan kita kawan?
Sudahkah kita berbakti pada ibu ? Kepada orang tua kita?. Belum terlambat,
mari lakukan sedari sekarang.
“jika kita ditanya, siapakah orang yang paling berjasa dalam kehidupan kita, yang bersedia mempertaruhkan jiwanya untuk kita, yang setiap hembusan napasnya adalah doa untuk kita. Yang cinta dan kasih sayangnya tidak pernah lapuk oleh masa, jawabnya : ‘Dialah Ibu kita, orang tua kita.’ Lalu layakkah kita tidak bersedia berbakti kepada keduan
Sumber : buku "Belajar dengan Hati Nurani" karya Ahmad Muwafik
Show
0 Comments
prev
next